Kabarnews.net, Trenggalek-
Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, kembali menekankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan melalui upacara adat Metri Bumi.
Menurutnya, keberadaan pohon dan sumber air menjadi penentu keberlangsungan hidup masyarakat.
“Kalau tidak ada bupatinya, asalkan pohonnya masih banyak, sumber-sumbernya bersih maka masih ada kehidupan,” ungkap bupati yang akrab disapa Mas Ipin saat kegiatan di Desa Masaran, Kecamatan Bendungan, Senin (25/8/2025).
Ia menjelaskan, Metri Bumi bukan sekadar ritual adat, melainkan ajakan nyata untuk hidup berdampingan dengan alam.
Menjaga pohon sama artinya menjaga keberadaan air, yang menjadi sumber penghidupan manusia dan lingkungannya.
Antisipasi Kekeringan dan Banjir
Mas Ipin menambahkan, kebiasaan menjaga alam perlu dibudayakan di seluruh wilayah Trenggalek.
Hal ini dinilai penting karena daerahnya rawan bencana, baik kekeringan saat musim kemarau maupun banjir ketika musim penghujan.
“Alhamdulillah ini di Desa Masaran. Jadi seperti tadi yang saya sampaikan, Metri Bumi ini bagian dari kita membawa keselamatan bagi masyarakat Trenggalek,” ucapnya.
Dalam kegiatan tersebut, selain merawat pohon-pohon yang ada, dilakukan juga penanaman pohon baru, di antaranya pohon lontar sesuai permintaan masyarakat.
Upaya ini menjadi simbol komitmen bersama untuk melestarikan sumber air.
Upacara Metri Bumi kali ini dilaksanakan di dua lokasi berbeda. Pertama, di Sumber Air Papringan di Desa Masaran, Kecamatan Bendungan, yang berada di bawah tiga pohon besar dan menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 120 KK.
Mata air ini bahkan diketahui tidak pernah surut atau penurunan debit air secara drastis meski kemarau panjang melanda.
Camat Bendungan, Sujatmiko, mengapresiasi semangat masyarakat dalam menjaga sumber air. “Semuanya masih mengeluarkan air dan dimanfaatkan warga. Terbukti selang-selang air masih tertancap, bahkan kemarin pun airnya tetap keluar,” jelasnya.
Lokasi kedua adalah Sumber Air Panguripan di Desa Sumberejo, Kecamatan Durenan. Kepala Desa Sumberejo, Didik Hariyanto, menjelaskan nama Panguripan berarti sumber kehidupan, karena masyarakat menggantungkan hidup dari sumber air tersebut.
“Kalau di bawah sudah kering, justru di sini tetap mengalir. Bahkan bisa mencukupi kebutuhan 136 KK,” ujarnya.
Dukungan Warga untuk Pelestarian
Warga setempat juga mendukung penuh program Metri Bumi. Kasim (70), warga Dusun Ngerjo, menyebut sumber air yang ada di wilayahnya dikenal sebagai Sumber Asli dan tetap terjaga karena masyarakat dilarang merusak lingkungan sekitarnya.
Kini sumber air tersebut dimanfaatkan untuk program Pamsimas dengan iuran Rp6.500 per rumah tangga, yang digunakan untuk perawatan jaringan dan kegiatan lingkungan.
“Seharusnya begitu, kita harus bisa menjaga sumber-sumber air, karena kita menggantungkan hidup dari sana. Air yang kita minum dari situ maka perlu dijaga,” tandasnya.
( red)