NGANJUK – Pelaksanaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Ngringin, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Nganjuk, memicu polemik dan keresahan di kalangan masyarakat terkait adanya dugaan pungutan liar (Pungli) atau penarikan biaya yang melebihi ketentuan. Persoalan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai legalitas pungutan tersebut.
Dugaan pungutan di luar ketentuan dalam program PTSL mencuat di Desa Ngringin, Nganjuk. Warga mengaku diminta biaya hingga jutaan rupiah untuk tanah gogolan.
Kronologi Dugaan Pungutan dan Kejanggalan
Polemik ini bermula dari pengakuan seorang warga Desa Ngringin yang, pada Sabtu (18/10/2025), mengungkapkan telah membayar jutaan rupiah kepada perangkat desa untuk pengurusan sertifikat sawah secara mandiri. Ironisnya, setelah hampir tiga tahun, proses sertifikasi belum juga rampung. Belakangan, proses pengurusan sawah miliknya diketahui beralih dari skema mandiri ke program PTSL.
Selain itu, pelaksanaan PTSL di Ngringin juga ditemukan kejanggalan lain. Warga pemilik tanah gogolan dilaporkan harus mengeluarkan biaya tambahan yang besarnya mencapai satu juta rupiah. Hal ini bertentangan dengan semangat program PTSL yang dicanangkan pemerintah untuk mempermudah masyarakat memiliki hak tanah bersertifikat dengan biaya murah dan sesuai aturan.
Desakan Transparansi dan Beban Moral Lembaga
Menanggapi kasus ini, Ketua Lembaga Dadung Dharmasila setempat, yang identitasnya tidak disebutkan dalam draf, menyayangkan adanya pungutan di luar ketentuan. Ia berpendapat bahwa karena program PTSL memiliki panitia yang menerima gaji atau bayaran, maka program seharusnya menjadi tanggung jawab panitia sepenuhnya.
”Jika ada panitia yang mengatakan tidak tahu itu bohong, karena ada panitia yang diminta membayar biaya tambahan Rp1 juta per bidang,” tegasnya, menduga panitia takut dan tidak berani mengungkapkan kebenaran.
Arif Rahman, selaku Ketua Lembaga Perkumpulan Dadung Dharmasila yang berdomisili DPP di Desa Ngringin, menyatakan merasa memiliki tanggung jawab moral untuk mengungkap kasus ini.
”Saya tidak menyangka akan muncul kasus ini. Saya memilih diam demi kelancaran program tersebut, namun rupanya diam saya dianggap sebagai pembiaran dan dimanfaatkan untuk melakukan tindak kejahatan (Pungli),” ujar Arif.
Arif menegaskan akan menuntut pengembalian semua biaya di luar kesepakatan PTSL yang telah disetujui. Ia juga menuntut panitia untuk transparan dan bertanggung jawab agar kasus ini segera selesai dan tidak menimbulkan keresahan berkepanjangan di masyarakat.
Tuntutan Pengusutan Hukum
Melihat potensi konflik dan keresahan, Arif Rahman memperingatkan bahwa kasus ini berpotensi memicu reaksi masyarakat untuk melakukan aksi demonstrasi jika tidak segera disikapi.
”Saya berharap itu tidak sampai terjadi,” katanya.
Oleh karena itu, Arif, atas nama warga masyarakat, meminta kepada pihak AVIP (Asisten Veteran Investigasi dan Penindakan) dan APH (Aparat Penegak Hukum) Nganjuk untuk segera mengambil langkah. Tujuannya adalah menindaklanjuti permasalahan di Desa Ngringin, Kecamatan Lengkong, guna mendapat kepastian jelas.
”Jika terbukti melakukan kesalahan dan tindak pidana korupsi, maka segera dilakukan proses hukum sesuai undang-undang yang berlaku,” tutup Arif.
( son)












